Makalah
Ini Dipresentasikan oleh Kelompok VI [Nazari Mahda, Nana Efriani, dan
Salmiaton Sa'diah] pada Selasa, 08 Desember 2014, di Ruang Perkuliahan
Epistemologi Islam II Prodi Ilmu Aqidah. USH.UINAR.
A. PENDAHULUAN
Kehausan
ilmu merupakan suatu kewajaran dalam suatu peradaban. Kehausan tersebut
telah diisi oleh potensi-potensi yang beragam. Keberagaman potensi
terus berkontribusi dalam memunculkan ilmu pengetahuan dan teknologi
sebagai kunci yang paling mendasar dalam kemajuan umat manusia. Namun
demikian, kemajuan tersebut tentunya tidak datang begitu saja tanpa ada
sebuah dinamika atau diskursus ilmiah yang dikenal dengan istilah
epistemologi.[1]
Menurut
The Liang Gie yang termuat di dalam karya tulis Abdul Gaffar,
mendefenisikan bahwa: “Epistemologi adalah teori pengetahuan yang
membahas berbagai segi pengetahuan seperti kemungkinan, asal mula sifat
alami, batas-batas, asumsi dan landasan, sampai soal kebenaran”.[2]
Kemudian secara lebih lanjut Gaffar juga mengutip pendapat Ahmad Tafsir
yang menurutnya epistemologi merupakan studi yang membicarakan sumber
ilmu pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh ilmu pengetahuan.[3]
Berlandaskan
pada pendapat dari kedua tokoh tersebut, maka segala ragam ilmu telah
dapat diketahui dengan pasti. Begitu banyaknya konsep-konsep ilmu yang
telah dicetuskan oleh para pecinta kebenaran. Sehingga tidak ada lagi
alasan untuk tidak bertindak sesuai dengan kebenaran-kebenaran.
Kemudian,
agar dapat bertindak secara benar maka dibutuhkan juga pembahasan
secara mendalam terhadap konsep-konsep ilmu yang ada. Jawaban akan hal
ini kiranya akan dapat terperoleh pada uraian “Konsep Epistemologi
menurut Ziauddin Sardar” yang terdapat di dalam makalah yang sederhana
ini. Sebagai salah satu strategis untuk mendapatkan dan mempergunakan
pengetahuan secara benar, maka mempelajari lebih serius tentang berbagai
konsep ilmu pengetahuan ini sangatlah penting.
B. BIOGRAFI
Ziauddin
Sardar adalah seorang pemikir muslim dan penulis produktif kelahiran
Pakistan pada 1951. Pemikiran Ziauddin Sardar tentang peradaban Islam
sebenarnya telah ada pada tahun 80-an, di mana ia mencetuskan karyanya
yang berjudul The Future of Muslim Civilization dan diterbitkan di
Malaysia pada 1988 yang dilanjutkan dengan karya lainnya yang berjudul
Islamic Futures, The Shape of Ideas to come. Namun, karena berbagai hal
maka belum banyak orang yang mengetahui dan mengelaborasikan setiap
pemikirannya.[4]
Ziauddin
Sardar adalah intelektual muslim yang juga Penulis dalam pemikiran
Islam kontemporer, sains, dan juga seorang kritikus budaya. Kemudian ia
juga termasuk salah satu penulis Islam progresif. Sardar pernah menjadi
fenomena tersendiri dalam intelektualisme Islam pada era 1980-an,
bersama dengan Parvez Manzoor, Gulzar Haider, atau Munawar Ahmad Anees.
Mereka mempelopori munculnya suatu gerakan kesarjanaan baru kaum
muslimin di Barat. Dimana dalam gerakan tersebut mereka telah memadukan
tradisi intelektualisme dan aktivisme. Sardar menilai Islam harus di
rekonstruksi sebagai peradaban, karena hanya dengan itu Islam bisa
terwujud sebagai manifestasi kebudayaan dan nilai-nilainya sendiri
sebagai perangkat keras dari pengalaman sejarahnya, sebagai instrumen
pragmatis dari sistem filsafatnya atau singkatnya sebagai manifestasi
eksternal dari pandangan dunia nya.[5]
C. EPISTEMOLOGI ZIAUDDIN SARDAR
Konsep
epistemologi yang dicetuskan oleh para tokoh, pada umumnya tidak
memiliki perbedaan yang berarti. Gagasan-gagasan yang mereka munculkan
terkadang bukan hal yang baru, tetapi sering sekali terdiri dari gagasan
tokoh-tokoh sebelumnya. Namun tidak berarti pula gagasan tersebut
kurang bagus untuk diterapkan dimasa hidup tokoh yang bersangkutan.
Setiap gagasan lama tersebut terkadang sangat bernilai untuk diterapkan
kembali dengan berbagai rekonstruksi-rekonstruksi.
Hal
semacam ini dapat terlihat langsung dari berbagai konsep epistemologi
yang dimunculkan oleh Ziauddin Sardar, baik di dalam karya-karyanya
maupun dalam karya tulis tokoh lain. Menurut Ziauddin Sardar yang
termuat di dalam jurnal Suqiyah Musyafa’ah menjelaskan bahwa:
“Epistemologi
adalah titik pusat dari setiap pandangan dunia. Dia menjadi parameter
yang menentukan apa yang mungkin dan apa yang tidak mungkin di dalam
bidang Islam, apa yang mungkin diketahui dan harus diketahui, apa yang
mungkin diketahui tetapi lebih baik dihindari, dan apa yang sama sekali
tidak mungkin untuk diketahui. Epistemologi berusaha untuk
mendefinisikan pengetahuan, membedakan variasi-variasi utamanya,
menandai sumber-sumbernya, dan menentukan batas-batasnya”.[6]
Berdasarkan pada pengertian epistemologi tersebut, maka secara lebih lanjut Sardar menjelaskan pula bahwa ilmu merupakan alat penentu terbaik bagi orang-orang muslim dalam memandang realitas, membentuk, dan mengembang-kan suatu masyarakat yang adil. Ilmu adalah perekat yang mengikat masyarakat muslim dengan lingkungannya. Ia memberi Islam suatu bentuk yang dinamis dan hidup. Kemudian ilmu harus diposisikan sebagai konsep, landasan tegaknya pondasi peradaban muslim, dan suatu nilai yang mencakup kesemuanya.[7]
Berkaitan
dengan konsep epistemologi Islam. Maka selain dari Sardar, Miska
Muhammad Amien juga menjelaskan bahwa Epistemologi adalah usaha manusia
untuk menelaah masalah-masalah objektifitas, metodologi, sumber serta
validitas pengetahuan secara mendalam dengan menggunakan subjek Islam
sebagai titik tolak berpikirnya.[8] Secara tidak langsung, teori
epistemologi Islam yang semacam ini mengisyaratkan kepada pelajar Islam
untuk mempelajari dan mengimplentasikan kitab pedoman secara
komprehensif di dalam setiap persoalan kehidupan.
Berbicara
tentang epistemologi saja sangatlah umum. Dimana ia mencakup seluruh
konsep yang dicetuskan oleh setiap golongan manusia. Dengan demikian,
langkah untuk mengkhususkannya ialah dengan melihat konsep epistemologi
Islam itu sendiri. Diantara begitu banyaknya konsep, maka menurut
Ziauddin Sardar, ciri dasar epistemologi Islam ialah berlandaskan pada
pedoman mutlak; bersifat aktif dan deduktif; memandang objektivitas
sebagai masalah umum; memadukan pengetahuan dengan nilai-nilai Islam;
memandang pengetahuan sebagai yang bersifat inklusif, yaitu menganggap
pengalaman manusia yang subjektif sama sahnya dengan evaluasi yang
objektif; berusaha menyusun pengalaman subjektif dan mendorong pencarian
akan pengalaman-pengalaman yang dapat menumbuhkan komitmen dan
nilai-nilai dasar didalam diri penganutnya”.[9]
Adapun
secara kontemporer, di dalam karya Mujamil Qomar dijelaskan bahwa
Ziauddin Sardar berpandangan bahwa perumusan karakter epistemologi Islam
tidak dapat dimulai dengan menitik beratkan pada disiplin-disiplin ilmu
yang sudah ada, tetapi dengan mengembangkan paradigma-paradigma
peradaban muslim, seperti sains dan teknologi, politik dan hubungan
internasional, struktur-struktur sosial dan kegiatan ekonomi,
perkembangan desa dan kota. Dan semua itu dapat dipelajari dan
dikembangkan dalam kaitannya dengan kebutuhan-kebutuhan dan realitas
kontemporer.[10]
Diantara
upaya pengembangan tersebut ialah media informasi. Menurut Sardar,
informasi merupakan kekuasaan, tanpa informasi seseorang tidak memiliki
kekuasaan. Jika informasi dibolehkan mengalir secara bebas dalam
masyarakat, maka ia akan memberikan jalan ke arah kekuasaan kepada
masya-rakat yang terbelakang, serta akan mencegah konsentrasi kekuasaan
pada segelintir orang.[11]
Berkesinambungan
dengan epistemologi yang dikonsepkan oleh Sardar, maka menurut Hasani
Ahmad Said epistemologi Sardar ini mengarah pada rekonstruksi peradaban
Islam. Karena menurut Sardar, “Islam dan masyarakat muslim menyerupai
suatu bangunan yang sangat indah tetapi kuno, yang pada tahun-tahun
sulitnya sekarang ini, membutuhkan banyak biaya untuk pemugarannya.
Fondasinya begitu kuat, tetapi penembokannya butuh pertahan mendesak.
Kita perlu merekonstruksi peradaban muslim, sebab jika tidak, batu-batu
akan tumbang dan runtuh satu persatu”.[12]
Terkait dengan ungkapan Sardar tersebut, dalam karya tulisnya Hasani Ahmad Said berpendapat bahwa:
“Perlu adanya upaya-upaya penyadaran kepada umat Islam secara keselu-ruhan terhadap pentingnya menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengalami perkembangan dan kemajuan. Kepada umat Islam harus diberikan pemahaman yang komprehensif tentang perhatian Islam yang begitu dalam akan pandangan keduniawian, khususnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahwa akhirat itu lebih kekal, oleh karenanya lebih penting untuk diperhatikan, tidak berarti harus menafikan dunia. Pentingnya ilmu pengetahuan dan teknologi dalam penerapan Islam perlu disosialisasikan lebih intens kepada umat Islam sehingga umat Islam tidak hanya fasih dalam ibadah saja, tapi juga mendalami ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini diungkapkan Sardar dengan istilah perluasan syariah ke dalam domain-domain kontemporer, seperti perencanaan lingkungan dan perkotaan, kebijakan sains dan penaksiran teknologi, partisipasi masyarakat, dan pembangunan pedesaan”.[13]
“Perlu adanya upaya-upaya penyadaran kepada umat Islam secara keselu-ruhan terhadap pentingnya menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengalami perkembangan dan kemajuan. Kepada umat Islam harus diberikan pemahaman yang komprehensif tentang perhatian Islam yang begitu dalam akan pandangan keduniawian, khususnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahwa akhirat itu lebih kekal, oleh karenanya lebih penting untuk diperhatikan, tidak berarti harus menafikan dunia. Pentingnya ilmu pengetahuan dan teknologi dalam penerapan Islam perlu disosialisasikan lebih intens kepada umat Islam sehingga umat Islam tidak hanya fasih dalam ibadah saja, tapi juga mendalami ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini diungkapkan Sardar dengan istilah perluasan syariah ke dalam domain-domain kontemporer, seperti perencanaan lingkungan dan perkotaan, kebijakan sains dan penaksiran teknologi, partisipasi masyarakat, dan pembangunan pedesaan”.[13]
Bahasan tentang epistemologi Islam yang menurut Sardar perlu di rekonstruksi secara serius mencakup beberapa hal, yaitu:[14]
- Pembangunan peradaban melalui pertumbuhan ekonomi masyarakat;
- Partisipasi masyarakat dalam pembangunan ekonomi;
- Pembangunan ini tidak semata-mata peniruan terhadap struktur dan kebijaksanaan Negara-negara maju;
- Proses industrialisasi tidak hanya mencangkok aktivitas-aktivitas industrial tertentu dari negara-negara maju, ia juga harus disertai dengan penguasaan teknologi;
- Tidak semata-mata alih teknologi, tetapi juga dengan membangun infrastruktur sains dan teknologi yang berupa sumber daya manusia (SDM) ilmu pengetahuan, keahlian, dan kemampuan inovatif dan produktif untuk menyerap dan menghadapi teknologi impor;
- Memiliki kemampuan dasar untuk riset dan tidak puas hanya dengan literatur sains negara-negara maju.
Secara
lebih kongkrit, Sardar berpendapat bahwa proyek rekonstruksi peradaban
Islam ini dilakukan dengan memfokuskan perhatian pada bagaimana
mengaktualisasikan nilai-nilai dan konsep Islam untuk pengembangan ilmu
pengetahuana dan teknologi. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi di
sini adalah pengembangan teknologi dengan menguasai teknologi informasi
dan media masa seperti radio dan televisi serta perangkat yang
mendukungnya. Adapun langkah realisasinya umat Islam perlu mengembangkan
Sistim Informasi Nasional (SIN) yang mencakup:[15]
- Perpustakaan nasional; suatu penyimpan semua publikasi nasional dan bertugas menghimpun semua dokumen yang mungkin diperlukan untuk riset dan kegiatan-kegiatan intelektual lainnya.
- Pusat-pusat informasi nasional untuk bidang-bidang informasi ilmiah, informasi teknologis dan industrial, medis, pertanian, bisnis dan lain-lain;
- Pusat alih informasi untuk pertukaran informasi nasional, seperti telepon-telepon yang menghubungkan para ilmuan dan sarjana terkait dengan kegiatan-kegiatan intelektual seperti seminar, penelitian, dan lain-lain;
- Lembaga standar nasional, untuk upaya-upaya standarisasi kuantitas, kualitas, pola, metode dan satuan-satuan pengukuran dalam sains, teknologi, industri dan kedokteran.
Dalam
hal ini diperlukan para “penjaga gawang” informasi yang selain bertugas
membuka informasi seluas-luasnya kepada masyarakat Islam, tetapi juga
mengkritisi sumber-sumber informasi yang datang dari luar Islam. Sardar,
mengilustrasikan para penjaga gawang ini dengan Janus, dewa penjaga
pintu Romawi. Terkait dengan masalah pengembangan informasi ini, perlu
diupayakan pula secara intensif kerjasama di antara negeri-negeri muslim
dengan membangun Jaringan Informasi Muslim Internasional (JIMI). Hal
ini menjadi penting seperti yang diuraikan Sardar kedalam tiga hal,
yaitu:[16]
- Kesatuan iman, akidah, warisan budaya, perkembangan peradaban, dan kesamaan struktur politik ekonomi;
- Kesatuan blok negeri-negeri muslim sebagai negara-negara berkembang yang memiliki kepentingan-kepentingan, problem-problem dan tantangan-tantangan yang sama dalam program pembangunan mereka;
- Ada wilayah-wilayah tertentu yang merupakan perogatif khas dunia muslim.
D. KESIMPULAN
Berdasarkan
penjelasan tentang konsep epistemologi Ziauddin Sardar yang telah
terdapat di dalam bab pembahasan, maka dapat penulis simpulkan bahwa:
Bagi
Ziauddin Sardar, epistemologi Islam perlu direkontruksi sesuai dengan
perkembangan peradaban. Kemampuan masyarakat terhadap berbagai disiplin
ilmu pengetahuan dan teknologi perlu di tingkatkan melalui
pensosialisa-sian secara konfrehensif dari berbagai pihak, yaitu pihak
yang tentunya ahli di dalam bidangnya.
Alquran
dan Hadist di dalam agama Islam merupakan landasan ataupun pedoman yang
mesti dipelajari dengan penuh kesadaran. Setiap keterangan yang
terdapat di dalamnya mesti di teliti secara khusus (sabjektif). Agar
setiap yang diteliti tersebut dapat meningkatkan komitmen ataupun
keyakinan terhadap Islam.
Demikianlah
konsep epistemologi Ziauddin Sardar yang dapat penulis paparkan.
Berkaitan dengan ruang lingkup pembahasan dan teknis penulisan yang
mungkin terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, maka penulis sangat
mengharapkan adanya kritikan dan saran yang membangun dari para pembaca.
Semoga bermanfaat. Terimakasih.
E. DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Said, Hasani. Dalam http://hasaniahmadsaid.blogspot.com/2013/03/rekonstruksi-peradaban-islam-meretas.html.
Aly Arfan, Aip. Rekonstruksi Peradaban Islam dalam Pandangan Ziauddin Sardar, dalam http://aip-aly-arfan.blogspot.com/2013/02/html.
Gaffar, Abdul. Epistimologi Bayani, Burhani, dan Irfani, dalam http://sanadth-khusus.blogspot.com/2011/09/epistemologi-bayani-burhani-dan irfani.htm
Musyafa’ah, Suqiyah. Epistemologi Quran dalam Pemetaan Keilmuan Islam Indonesia, dalam http://202.154.59.182/ejournal/files/pdf.
Misbah, Daqoiqul. Epistemologi, dalam http://daqoiqul.blogspot.com/2013/01/ epistemologi.html.
Nia, Nanika. Review Buku, dalam http://nanikania5.blogspot.com/2012/10/ fairy-jihad-intelektual-merumuskan-parameter.html.
Nur Astiwi, Putri. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, 2011, dalam http://www. pnri.go.id/MajalahOnlineAdd.aspx?id=165.
Qomar, Mujamil. 2006. Epistemologi Pendidikan Islam: dari Metode Rasional hingga Metode Kritis. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Aly Arfan, Aip. Rekonstruksi Peradaban Islam dalam Pandangan Ziauddin Sardar, dalam http://aip-aly-arfan.blogspot.com/2013/02/html.
Gaffar, Abdul. Epistimologi Bayani, Burhani, dan Irfani, dalam http://sanadth-khusus.blogspot.com/2011/09/epistemologi-bayani-burhani-dan irfani.htm
Musyafa’ah, Suqiyah. Epistemologi Quran dalam Pemetaan Keilmuan Islam Indonesia, dalam http://202.154.59.182/ejournal/files/pdf.
Misbah, Daqoiqul. Epistemologi, dalam http://daqoiqul.blogspot.com/2013/01/ epistemologi.html.
Nia, Nanika. Review Buku, dalam http://nanikania5.blogspot.com/2012/10/ fairy-jihad-intelektual-merumuskan-parameter.html.
Nur Astiwi, Putri. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, 2011, dalam http://www. pnri.go.id/MajalahOnlineAdd.aspx?id=165.
Qomar, Mujamil. 2006. Epistemologi Pendidikan Islam: dari Metode Rasional hingga Metode Kritis. Jakarta: Penerbit Erlangga.
- Abdul Gaffar, Epistimologi Bayani, Burhani, dan Irfani, dalam http://sanadthkhusus. blogspot.com/2011/09/epistemologi-bayani-burhani-dan-irfani.html, diakses: 01/12/2014. 10:32.
- Ibid.
- Ibid.
- Aip Aly Arfan, Rekonstruksi Peradaban Islam dalam Pandangan Ziauddin Sardar, dalam http://aip-aly-arfan.blogspot.com/2013/02/html, apload pada 01/12/14, 11:08 wib.
- Nanika Nia, Review Buku, dalam http://nanikania5.blogspot.com/2012/10/ fairy-jihad-intelektual-merumuskan-parameter.html, di akses pada tanggal 06 Desember 2014, 12:18 wib.
- Suqiyah Musyafa’ah, Epistemologi Quran dalam Pemetaan Keilmuan Islam Indonesia, dalam http://202.154.59.182/ejournal/files/pdf, apload pada tanggal 01/12/2014, 10:15. Hal. 02.
- Ibid. Hal. 03.
- Daqoiqul Misbah, Epistemologi, dalam http://daqoiqul.blogspot.com/2013/01/epis- temologi.html, apload pada tanggal 05 Desember 2014, 11:02 wib.
- Ibid.
- Mujamil Qomar, 2006, Epistemologi Pendidikan Islam: dari Metode Rasional hingga Metode Kritis. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal 169.
- Putri Nur Astiwi, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, 2011, dalam http://www. pnri.go.id/MajalahOnlineAdd.aspx?id=165, apload tanggal 07 Desember 2014, 22:31 wib.
- Hasani Ahmad Said, dalam http://hasaniahmadsaid.blogspot.com/2013/03/rekonstruksi -peradaban-islam-meretas.html, apload tanggal 07 Desember 2014, 22:45 wib.
- Ibid.
- Ibid.
- Ibid.
- Ibid.
KEJUJURAN BERAWAL DARI KESADARAN HARGA DIRI. SUNGGUH JUJUR TIDAK RUGI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar